“Piye kabare, isih penak jamanku to” ? (‘bagaimana kabarnya? Masih enak zaman saya, kan?’)
Penulis: efraim lengkong,
(pemerhati sosial budaya)
‘AKU MASIH PUNYA RASA RINDU’
Kamis 17 Agustus 2023 bangsa Indonesia dapat membilang usia 78 tahun merdeka.
Di tanggal 17 Agustus 1945 (sesudah tarik Masehi) atau 17 Agustus 2605 (tahun Jepang) 78 tahun silam, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta, Soekarno-Hatta resmi membacakan dan memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.
HUT Ke-78 Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2023 kali ini mengangkat tema “Terus Melaju Untuk Indonesia Maju”. Tema ini merefleksikan semangat Bangsa Indonesia untuk terus melanjutkan perjuangan dan pembangunan, berkolaborasi bersama memanfaatkan momentum ini untuk mewujudkan Indonesia Maju.
Dalam kehanyutan eforia “Terus melaju untuk bangsa Indonesia maju” Di usia yang semakin “renta”, ku coba me ‘remind’ kembali nostalgia lama di bulan – bulan Agustus tahun 1964 -1966.
Dalam lintas kenangan, 12 Juli 1964, Sukarno mencanangkan revolusi menu makan orang Indonesia “beras jagung makanan sehat”.
Di akhir-akhir kepemimpinan penguasa “Orde lama” krisis sandang dan pangan melanda negeri ini, masyarakat harus antre untuk dapat membeli “beras bulgur” dan anak-anak di ajarkan memakan “kue berdikari” yaitu cake yang dibuat dari ubi atau pisang diaduk dengan sari jagung.
Tepung terigu (cap kereta), mentega margarine, palem_boom pada saat itu merupakan bahan langka dan mahal.
Kain bekas sarung terigu dibuat pakaian dalam dengan sebutan “underwear” cap “kereta”.
Indonesia tercatat pernah tiga kali melakukan kebijakan sanering, yakni pada tahun 1950, 1959, dan 1965. Kebijakan ini dilakukan pada masa pemerintahan Sukarno (Orde Lama) untuk mengatasi kondisi perekonomian yang sangat meresahkan.
Kebijakan Sanering 1950 dikenal dengan sebutan kebijakan Gunting Syafruddin, di mana uang kertas yang bernilai Rp 5 ke atas nominalnya dipotong 50 persen. Kebijakan ini berhasil mengisi kas pemerintah yang kosong setelah kemerdekaan dan menurunkan harga akibat inflasi. Namun, kebijakan ini juga menyebabkan terjadinya tindakan sanering berikutnya yang semakin menyengsarakan rakyat.
Kebijakan Sanering 1959. dengan memotong nilai uang kertas Rp 500 dan Rp 1.000 menjadi Rp 50 dan Rp 100, serta membekukan simpanan di bank-bank. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi jumlah uang beredar yang mencapai Rp 1,5 triliun dan menekan inflasi yang mencapai 119 persen.
Kebijakan ini menimbulkan dampak negatif seperti penurunan pendapatan masyarakat, peningkatan pengangguran, dan penurunan produksi barang dan jasa.
Kebijakan Sanering 1965. dengan memotong nilai uang kertas Rp 1.000 menjadi Rp 1 dan membatasi jumlah uang tunai yang boleh dimiliki oleh masyarakat.
Kebijakan ini bertujuan untuk mengatasi inflasi yang mencapai 594 persen dan menghapus utang luar negeri yang mencapai US$ 2,3 miliar. Namun, kebijakan ini menyebabkan perekonomian Indonesia semakin kacau, harga barang terus meroket, bahkan inflasi sempat menyentuh 635,5 persen pada tahun 1966.
September 1965 terjadi “peristiwa penghianatan G-30-S-PKI” suatu gerakan yang mencoba merubah idiologi Pancasila dengan faham sosialise/komunis.
Di masa itu celah-celah “suara” dan hasutan-rayu strategi promotif para “penjaja politik” menggema menjadi harmoni ketidakpastian siapa “kawan” dan siapa “lawan”.
Melalui Sidang Istimewa MPRS pada 12 Maret 1967 Soeharto ditunjuk sebagai Pejabat Presiden.
Dan seterusnya Soeharto memerintah lebih dari tiga dasawarsa melalui enam kali pemilu hingga mengundurkan diri sebagai Presiden RI pada 21 Mei 1998. Soeharto wafat pada 27 Januari 2008 dalam usia 87 tahun
Di era kepemimpinan “The Smiling General” Perekonomian dan pembangunan infrastruktur mulai nampak, terlebih pembangunan mental spiritual bangsa.
Jaman Orde Baru (orba) menjadi nostalgia lama yang “Tak lengkang walau dipanaskan dan tak lapuk walau dihujani”.
Masa yang pernah menempaku dengan mata pelajaran wajib seperti “Pendidikan Moral Pancasila” (PMP) sebuah mata pelajaran wajib dan menjadi dasar pembentukan landasan ideologis dan moral rakyat Indonesia pada masa itu, juga pelajaran sejarah, budaya dan budi pekerti, sistim pendidikan yang keras kami tak jarang digilir satu persatu untuk membawakan hafalan 5 (lima sila) dari pancasila di depan kelas.
Hal ini yang membuat Pancasila terpatri dalam kalbu_ku, bahwa Pancasila adalah falsafa/idiologi negara, pemersatu bangsa Indonesia.
Pemahaman idiologi Pancasila yang ditanamankan sejak kecil “bertumbuh dan mengakar”. Itulah yang menjadi benteng pemuda dan remaja seangkatan kami.
Kami tidak terpengaruh dari faham-faham yang mencoba mencuci otak, bangsa ini terhindar dari “intoleransi” teroris dan premanisme.
“Stabilitas nasional stabil dan mumpuni”. Indonesia dijuluki ” Macam dari Asia, yang bermandikan ‘susu dan madu’.
Kegiatan 17 Agustus di masa itu diisi dengan lomba lari maraton/ estafet juga panjat pinang/paduan suara, tarik tambang yang melatih kerja sama yang baik, ditambah lomba gerak jalan disiang hari dan lomba pawai obor dimalam hari.
Saat ini di bulan Agustus 2023 diisi dengan hiasan dan umbul-umbul. Pagar dan gedung-gedung dicat merah bagaikan “kermisi” umbul-umbul terikat kain kesumba menambah “teriknya” bulan Agustus.
Mobil, sepeda motor dan rumah dipasang lampu “LED” kelap kelip, makanan, kue dan ice creem tersedia dipojok pojok jalan, Indomaret/Alfamidi/ toko kue Harvest/ Holand bakry.
Discount prise 60 persen, pay one take two (beli1dapat 2) dan lain sebagainya banyak ditawarkan di mall-mall tak ketinggalan jasa online marak di facebook.
Aku tertegun melihat kemajuan bangsa ku dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jalan jalan tol membentang merata dari Sabang sampai Merauke. Pembangunan
Tower BTS (Base Transceiver Station) 4G, dilanjutkan
Tanpa ku sadari segenap memori di bulan – bulan Agustus dalam “kisah dan peristiwa” lalu itu telah “bermetamorfosis” dalam harmoni kesempunaan,
“Terus Melaju Untuk Indonesia Maju”. Timbul pertanyaan siapa yang akan mengendalikan Indonesia tambah melaju untuk Indonesia maju ?
Tiba-tiba tanpa sadar aku_telah bersenandung, ….
#Nostalgia lama merasuk jiwaku, seakan hidup kembali, aku tertawa aku menangis tersenyum sendiri_tampa aku sadar kutelah berjalan seakan tak mau berhenti… tapi ku tak bisa menipu diriku
aku masih punya rasa rindu.
#Dirgahayu RI ke-78 “Terus Melaju Untuk Indonesia Maju”