Sangihe, “Surga Dunia Di Bibir Pacific”
Wawu (anak perempuan red.) merupakan anak tunggal dari ayah WNI keturunan Tionghoa dan ibu Sangihe yang lahir di manado. Saat sekolah wawu kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tua laki-laki.
Sang ayah yang tidak memiliki mata pencaharian tetap, membuat si wawu sering menerima kompensasi amarah.
Untung wawu mendapatkan perlindungan dan kasih sayang dari ibunya.
Saat kecil wawu diajak mamanya ke Sangihe, betapa senang hati si kecil wawu saat pertama kali menginjakkan kaki dipulau Sangihe.
Jarak tempuh dari Tahuna ke kampung ibunya, memakan waktu kurang lebih 1 jam.
Di Sangihe dia di panggil ” Bawine Bou Apeng” artinya gadis dari pantai, mungkin karena rumah mamanya terletak di pinggir pantai. Sudah menjadi kebiasaan, diwaktu pagi wawu sudah di tepi pantai, mandi, dan “baeke” (memancing) siangnya diajak mama ke kebong ‘balia’ (panen,red.) pala.
Dikebong hal yang di lakukan orang tua”, dulu mengawi palang deng cingkeh (naik pala dan panen cengkih ) di sana si wawu ikut serta dan hasilnya di jual untuk kebutuhan hidup.
Yang jadi primadona mata pencarian masyarakat di Kab. Kep. Sangihe yaitu pala/cengkih ditambah hasil laut dimana mereka menangkap ikan dengan cara memancing atau menanam jala ( mebae deng menoma ) berbagai jenis ikan yang di dapat seperti ikan bobara, kakap, dan ikan sejenisnya.
Untuk melanjutkan pendidikan wawu harus kembali ke manaro (manado) Setelah kelas 2 SMK wawu kembali lagi ke kampung halaman mamanya, sudah lama tidak berbaur dengan alam dan budaya Sangihe. Libur panjang sekolah digunakan wawu dalam rangka mengenal lebih jauh budaya dan kehidupan keluarga di Sangihe. Di sana wawu ketemu kakeknya Colombus piara beliau berprofesi Nelayan dan juga pembuat perahu “sakaeng” Si kakek dikenal dengan nama panggilan Opa SOL: SAKAENG I OPA LOMBU sang kakek menceritakan betapa sulitnya mengembangkan dan menjaga pelestrian obyek wista di kepulauan Sangihe.
Hal ini membuat wawu berkeinginan kelak akan menjaga dan melestarikan keindahan alam di Kep. Sangihe.
Dekat kampung wawu ada obyek wisata yang dinamai Tanjung lelapide terletak di Kecamatan Tamako “jika anda berkunjung ke tempat itu maka anda akan terkesima betapa indahnya pemandangan laut disitu dengan air yang tenang”.
Awan gelap menyelimuti Keluarga wawu, di bulan Februari 2021 ibu/mama tercinta yang telah melahirkankannya dan membesarkan dengan kasih sayang, menyekolahkan wawu telah dipanggil yang Maha Kuasa pemilik Otoritas kehidupan Tuhan Yesus Kristus.
Mama wawu meninggal disaat wawu baru menginjak remaja, masa dimana anak membutuhkan belain kasih sayang seorang ibu.
Acara penguburan yang di lakukan dengan prosesi pemakaman adat dan budaya Sangihe disitulah dalam kesedihan, wawu bangga dengan adat-istiadat, mulai dari bahasa daerah Sangihe, peti jenazah, baju yang di kenakan, nyanyian lagu Sangihe “Masamper” yang di lantunkan selama ibadah berlangsung sampai ibadah 3 malam sangat melekat.
Ada harapan tersendiri muncul dikala mama telah pergi, wawu ingin menunjukan, bahwa Sangihe juga surga dunia dibibir Pacific yang ada di Nusantara sekaligus ingin melestarikan budaya dan ekowisata Sangihe.
Saat ini wawu telah lulus di salah satu SMK yang ada di Manado. Lewat doa dan perjuangan wawu diterima di salah satu perusahaan waralaba dengan upah cukup untuk kebutuhan hidup sisanya ditabung.
Lewat pemberitaan/medsos wawu melihat perkembangan di Sangihe hal ini menambah kecintaannya bahwa suatu saat akan kembali ke kampung untuk mengambil bagian dalam membangun lebih khusus dibidang wisata.
“Wawu bou apeng” beterima kasih pada Tuhan dan mamanya atas jasa mama
Yang telah berjuang menyekolahkan dia, “makase mama”.
Wawu berharap, “Kabupaten Kepulauan Sangihe yang saat ini berusia 598 tahun untuk lebih berinovasi dalam membangun perekonomian dan pariwisata di negeri tercintanya agar Sangihe benar benar menjadi etalase Surga di bibir Pacific”.
“Suralungu kalokasi ghenggonalangi ruatang saruluang i kite makahombang toghase tumatengo kulidalangu pebawiahe su taung dua liwu duampulo telu”.
ditulis oleh efraim lengkong, dikisahkan oleh ‘wawu natalia’