Sulut, identitasnews.id – Rencana perluasan perumahan oleh, developer “Icon Residence Laikit” yang berlokasi di desa Laikit Kecamatan Dimembe kabupaten Minahasa Utara seluas 177.200 m², dibawah payung PT. CORSA KARYA MANDIRI, berpotensi terjadinya “banjir bandang” dahsyat berujung pada hilangnya “Tedu Wanua” “Teranak” (3 desa/kampung bersaudara) di Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara.
Efraim Lengkong warga masyarakat desa Laikit, saat dijumpai wartawan mengatakan bahwa rencana pembangunan tersebut harus dihentikan.
Lengkong juga meminta pada Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara, untuk membongkar bangunan yang sudah di bangun dan memerintahkan developer untuk menanam pohon ditempat atau lokasi yang mereka “rambah”, coba lihat setiap hujan deras jalan-jalan dan kolam ikan di 3 desa penuh dengan lumpur, sampah plastik dan pempers, tegas Om Ever panggilan Efraim Lengkong.
Pasalnya, lokasi yang sudah dibangun perumahan akan ditambah bangunan perum dengan luasan 177.200 m², tanpa kajian amdal.
Lokasi tersebut berada tepat di kaki “Gunung Klabat”. Dalam artian “sebodoh bodohnya keledai, tahu dan tidak akan terantuk untuk memberikan Ijin lokasi”, Lengkong juga mengingatkan Dinas Lingkungan Hidup Kab Minut untuk tidak mengeluarkan ijin, sambil menambahkan “jangan hanya mengejar PAD dan melalaikan keselamatan dari ketiga desa tersebut”.
Lengkong juga bercerita tentang musibah di tahun 1933 yang dikenal dengan sebutan “Klabat kinawonoran”, (longsor, red) kejadian tersebut terjadi akibat masyarakat yang membuka hutan untuk dijadikan perkebunan pas di bawah lereng gunung Klabat. Kemudian terjadi turun hujan terus menerus.
Saksi mata mengisahkan, “pohon-pohon kelapa hanyut dalam posisi berdiri dan menempati tanah milik orang lain, termasuk pohon durian gajah milik “Tete Mais” hanyut ber pindah tempat di tanah milik orang lain. “Tambuk terang”, di Airmadidi Bawah yang tadinya dalam menjadi dangkal (saat ini pabrik Aqua) kata Efraim Lengkong, yang juga dikenal “Pemerhati sejarah dan budaya”.
Ingat “Masyarakat berhak mengajukan gugatan “class action” untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup”. “Juga instansi terkait akan dikenakan pidana, terkait pasal penyertaan apabila mengeluarkan ijin”, tegas Lengkong. (achel)