Gelar 3 Event Internasional, Apakah Berdampak Pada Ekonomi Kerakyatan?

Oleh: efraim lengkong (pemerhati sosial budaya)

 

SULUT, identitasnews.id – Pemerintah Sulawesi Utara (Sulut) saat ini “gencar – gencar” nya menggenjot sektor “pariwisata” dan menjadikan wisata sebagai sektor andalan.

Pegelaran Festival bunga di Kota Tomohon pada tanggal 9 Agustus 2022 yang dihadiri peserta dari Amerika Serikat, Jepang, dan Korea, merupakan even pertama dari 3 even raksasa 2022.

Selanjutnya 14-18 September 2022, Sulut akan menggelar lomba mancing internasional bertajuk Likupang North Sulawesi Internasional Fishing Tourname, dan akan diikuti peserta dari manca negara.

Bagi peserta nelayan tradisional akan mendapat tempat memancing di sekitar perairan Likupang, dan seputaran Teluk Manado.
Ada juga peserta nelayan lokal diundang dari 13 kabupaten/kota se-Sulut yang punya wilayah laut.

Turnamen memperebutkan Piala Presiden ini dihelat dalam rangka HUT ke-77 Republik Indonesia sekaligus HUT ke-58 Provinsi Sulut. Dan Sulut akan menjadi tuan rumah Hari Anak Internasional.

Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut, Tienneke Adam, sudah ada 80 tim yang mendaftar pada ajang lomba mancing internasional bertajuk Likupang North Sulawesi Internasional Fishing Tournament (LNSIFT) 2022.

“ADA YANG SALAH”

Niat baik Pemprov Sulut kita patut “salut” tapi ada yang “keliru” dalam penyusunan progran tersebut yang perlu di cermati.

Kunjungan wisata seyogianya akan berdampak pada kemajuan ekonomi kerakyatan.

Ironinya sekilas dapat dilihat ketidaksiapan masyarakat lokal untuk menerima para tamu dan peserta dari even bersekala Internasional, seperti kesiapan rumah – rumah dari penduduk  untuk dijadikan “home stay” disaat tamu – tamu dan peserta datang berkunjung.
Juga kuliner – kuliner termasuk kesiapan dibidang transportasi.

Fakta dilapangan menunjukan bahwa dari iven – iven bersekala Internasional sebelumnya tidak ada dampak pada kemajuan ekonomi kerakyatan.
Hal itu disebabkan karena belum siapnya masyarakat untuk menerima para wisatawan.

Menurut hemat saya even – even bersekala Internasional hanya berdampak pada bertambahnya “profit” pada para pelaku usaha padat modal alias konglongmerat.

Mulai dari kendaraan sewa (bus – bus pariwisata) akomodasi (hotel), resto sampai souvenir dimiliki dan dilakoni “si kaya” membuat “si kaya bertambah kaya, yang miskin bertambah miskin”.
Yang dibutuhkan di KEK super prioritas Likupang adalah kedatangan/ kehadiran “Investor” untuk membangun sarana prasana wisata, bukan sebaliknya, yang terjadi adalah kedatangan para “sale” untuk berlomba memancing padahal diwilayah Likupang belum di tunjang infrastuktur.

Mari kita belajar dari daerah kunjungan wisata lain, sebut saja Bali disetiap hamparan obyek wisata ditunjang dengan infrastruktur penunjang dan menjadi salah satu fokus utama adalah menyangkut pemerataan ekonomi masyarakat yang digerakan oleh faktor ekonomi kerakyatan, Koperasi dan UMKM dibangun dari hulu sampai ke hilir. “Dan pelakunya orang-orang lokal Bali,”  Koperasi dan UMKM di Bali harus berbasis pada potensi lokal Bali.

Saatnya para “stakeholder”
didaerah nyiur melambai untuk  merubah sistim “gelora destinasi wisata” menjadi “button up” dengan memberi bantuan dan panduan kepada masyarakat, lebih khusus masyarakat dikawasan KEK Pariwisata Likupang Minahasa Utara agar kedepan mereka siap menerima tourist mancanegara agar ketika ada even maka mereka akan merasakan “multiplier effect atau efek pengganda dari even tersebut, bukan sebaliknya masyarakat lokal akan merogoh kocek mereka untuk pergi nonton even tersebut disaat BBM meroket. (*)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *