TATAARAN, identitasnews.id- Pandemi Virus Corona atau covid 19 saat ini menjadi momok yang sangat meresahkan bagi seluruh masyarakat, apalagi bagi khayalak masyarakat kaum bawah. Selain dampak negatif bagi kesehatan saat tertular, dampak yang paling besar yang sangat terasa adalah terhambatnya roda perekonomian masyarakat yang kian terbatas.
Meskipun, beberapa sektor dapat melakukan inovasi, agar usahanya tetap berjalan, namun ada juga yang terpaksa menerima keadaan, karena tak dapat beradaptasi dengan pandemi ini.
Tak pelak, potret kemiskinan tumbuh menjamur di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Hal ini pun turut dirasakan oleh, opa (kakek) Blasius Moningka (79) warga Kelurahan Tataaran 2, lingkungan 9, Tondano Selatan, Minahasa, yang saat ini berdomisili di Pasar Sovenir Tataaran Patar.
Saat bersua dengan wartawan identitasnews.id, Jumat (31/7/2021) kemarin, keadaan begitu memprihatinkan terlihat pada opa Blasius, yang tanpa malu mengungkapkan kisah perjuangannya yang begitu berat dalam menapaki hidup.
Dijelaskannya, saya selain hidup dengan keadaan cacat karena kaki sebelahnya harus diamputasi, ia pun masih harus berjuang membesarkan cucunya yang mengalami disabilitas.
Ia tak mau pasrah saja, namun ia mau tetap berjuang untuk dirinya dan cucu.
“Apalagi dimasa pandemi saat ini, saya harus memutar otak entah bagaimana harus mendapatkan uang, untuk sekedar makan kami sehari. Saya mendengar, pemerintah selalu membagikan bantuan bagi masyarakat kurang mampu, tapi anehnya saya tak pernah sekalipun mendapatkan atau merasakan bantuan itu,” keluhnya.
Lanjutnya, selama ini dirinya belum pernah menerima batuan apapun dari pemerintah, melalui program saat ini yang digembor-gemborkan.
“Bantuan dari pemerintah yang terakhir saya terima, saat istri saya masih hidup, dan itupun sekira 2 tahun yang lalu,” aku opa Blasius, sapaan akrabnya.
Ia bercerita, kalau ia sudah sempat ingin mememui pemerintah setempat (Lurah) namun, sudah ketiga kalinya ia menyambangi rumah Lurah tapi tidak bertemu. Bahkan ia mengaku, bahwa seperti dihalang-halangi saat mau bertemu dengan lurah.
“Sudah beberapa kali saya kerumahnya, tapi anaknya selalu bilang, bahwa orang tuanya selalu tidak ada.. Bahkan, terakhir kalinya saya kesana, belum sempat bilang selamat sore, saya langsung disuruh pulang. Saya ingin bertemu dikantor, tapi tidak bisa karena kantornya harus naik tangga, sementara saya saat ini menggunakan kursi roda,” ungkapnya lirih.
Ia pula menjelaskan bagaimana cara dia bertahan dengan keadaan seperti itu, sambil membesarkan cucunya yaitu Jonatan Patinasarani (30) yang mengalami keterbelakangan mental, yang ditelantarkan ibunya sejak umur 6 bulan.
Opa Blasius, mengeluhkan pula mengenai cucunya, yang selama ini hanya satu kali menerima bantuan dari pemerintah. Bahkan sempat, opa Blasius dan Jonatan merasa tertipu karena ada petugas dari kelurahan yaitu pembantu kepala lingkungan datang membawa amplop dan meminta Jonatan memegang amplop itu untuk difoto, namun setelah itu amplopnya diambil kembali.
“Cucu saya juga, selama ini hanya satu kali menerima bantuan dari pemerintah. Sempat mereka datang bawah amplop, dan menyuruh cucu saya memegang amplop tersebut untuk difoto, tetapi setelah difoto amplot itu diambil kembali oleh mereka. Saya sempat marah, karna saya merasa ini seperti penipuan,” bebernya dengan mata berkaca-kaca diselah obrolan singkat kita.
Ia berharap, ada bantuan atau kepedulian sosial dari pemerintah dan siapa saja hendak mau membantu. Karena, selama ini dirinya tidak dapat bekerja lagi, karena sudah dalam keadaan cacat, dan untuk makan minum serta kebutuhan lainnya, hanya dari hasil cucunya yang bekerja mengangkat sampah dan air ditempat makan Sovenir yang ada di Tataaran Patar, dengab penghasilan per hari sekitar Rp 15 ribu hingga Rp 25 ribu.
“Saat ini sudah tidak lagi bisa mendapatkan uang, karena dampak dari PPKM, rumah makan tutup lebih cepat dan tidak ada lagi sampah untuk diangkat cucunya, karena tempat-tempat makan sepi. Kalo dulu bisa dapat uang dari hasil cucu saya membantu mengangkat sampah, dari tempat-tempat makan disini. Tapi sekarang, sudah tidak ada sampah lagi yang diangkat karena tempat-tempat ini tutup lebih awal,” ujarnya .
Sementara, Lidia (30) salah seorang warga tetangga Opa Blasius yang juga salah satu pemilik tempat makan di Sovenir, membenarkan bahwa opa Blasius dan cucunya Jonatan hidup seperti itu dan tidak pernah mendapat bantuan.
“Kasihan sekali, dan mudah-mudahan ada bantuan untuk mereka. Kami juga heran kenapa pemerintah setempat seperti tutup mata dengan keadaan opa Blasius dan cucunya yang memprihatikan seperti ini. Kami berharap uluran tangan pemerintah segera turun untuk membantu opa dan cucunya ini,” ungkapnya.(echa)