Investasi Miras Setali Tiga Uang

Oleh:Farel Buhohang

Penulis adalah Ketua PDPM Bolmut

Menyoal investasi minuman keras yang diberi izin (dilegalkan) oleh Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2021.

Dalam sebuah program webinar (diskusi secara daring) dengan BNPB, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyimpulkan terpuruknya perekonomian nasional ini dalam 3 (tiga) komponen utama sebagaimana di bawah ini.

Pertama, menurunnya 60% penopang ekonomi nasional yakni daya beli masyarakat. Hal ini berakibat lumayan karena konsumsi masyarakat adalah salah satu paremeter adanya geliat ekonomi.

Kedua, adanya ketidakpastian investasi yang mengakibatkan kurva ekonomi cenderung turun. Ketiga, tingkat ekspor yang menurun drastis karena pembatasan interkasi berlangsung masif.

Dampak – dampak di atas mengharuskan kita semua untuk berfikir keras bagaimana memulihkan atau mengembalikan NKRI yang punya kedaulatan secara ekonomi.

Terkait pemulihan ekonomi menjadi salah satu pertimbangan pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden (Perpres) nomor 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Salah satu poin yang diatur dalam Perpres tersebut adalah diberikannya izin terhadap investasi minuman keras di 4 (empat) provinsi yang salah satunya adalah Sulawesi Utara.

Kita tentu bisa bersepakat bahwa ekonomi nasional perlu sokongan dan dukungan untuk dipulihkan. Pertanyaan kemudian, haruskah minuman keras menjadi lahan baru untuk investasi? Apakah sudah tidak ada perihal lain yang mungkin lebih terterima untuk diinvestasikan selain minuman keras?

Pertanyaan di atas agaknya patut untuk diseriusi. Minuman keras yang dari sisi faktual sering dijadikan penyebab terjadinya keadaan mabuk seseorang dan kemudian memicu mencuatnya aksi-aksi kontra produktif di kalangan masyarakat tentunya patut dijadikan pertimbangan.

Minuman keras yang dalam Al-Quran disebut khamar, sebagaimana dalam Surat Al-Baqarah ayat 219 yang artinya “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”

Dalam QS. Al-Maidah ayat 90 Allah juga berfirman yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

Kedua ayat tersebut dapat menjadi pertimbangan bahwa legalisasi investasi minuman keras seharusnya tidak dilakukan. Bagaimana mungkin pemerintah akan memberi izin meminum dan memperdagangkan sesuatu yang mungkin akan memberikan dampak positif berupa pundi-pundi pendapatan bagi segelintir pengusaha, sementara masyarakat yang mengkonsumsi justru akan lebih menerima dampak negatifnya.

Di Sulawesi Utara sendiri, kenapa tidak dilirik lahan usaha pembudidayaan tanaman Porang yang dewasa ini seolah menemukan pasar baru untuk dijadikan komoditas? Porang justru memberikan dampak ekonomi yang menjanjikan sebagaimana rilis resmi Kementrian Pertanian bahwa tanaman Porang saat ini menjadi primadona baru dalam dunia ekspor.

Baik kita kembali ke soal investasi miras. Setali tiga uang, investasi minuman keras ini menghasilkan distorsi nilai ketimuran di tubuh NKRI. Bagaimana mungkin Bangsa Indonesia yang terkenal akan kelemah lembutannya mencoba berkompromi dengan suatu produk penyebab hilangnya “pikiran yang waras”

Kita tentu masih ingat bagaimana peristiwa penembakan oleh seorang tersangka oknum aparat yang berinisial CS yang menewaskan seorang pelayan cafe dan seorang anggota TNI. Usut punya usut penyebabnya adalah tagihan biaya miras yang diminum oleh tersangka namun tersangka enggan membayar sehingga terjadi cekcok yang berujung senpi miliknya meletus.

Jika hendak dilidik, dalam jejak digital akan banyak sekali didapati peristiwa-peristiwa destruktif (kriminal) di kalangan masyarakat umum yang diakibatkan oleh akronim MIRAS ini. Kita bisa kembali ke pertanyaan di beberapa paragraf di atas, “tidak adakah perihal lain selain miras yang dapat dijadikan investasi?”

Tentunya, dengan adanya aturan baru yang diterbitkan dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, Pemuda Muhammadiyah dalam hal ini di daerah Bolaang Mongondow Utara mendorong terciptanya kritik dan saran dalam ruang yang ilmiah, produktif, dan solutif, bukan bar bar. Apalah arti kita menyampaikan kritik namun urak-urakan dalam berargumen, somo jadi sama deng orang baru abis minum minuman keras. MABO. (***)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *