JURUS “PERDES ABAL ABAL”, Oknum Kumtua Desa Laikit Diduga ‘Bisniskan’ Lahan Pekuburan

MINTA DIUSUT: warga meminta para wakil rakyat di DPRD untuk menyelesaikan hal ini sampai selesai. (foto: ist) 

 

MINUT,identitasnews.id — Warga Minahasa Utara (Minut) melayangkan sikap protes atas ulah oknum Hukum Tua (Kumtua) Desa Laikit  Kecamatan Dimembe, yang diduga memperjual belikan lahan pemakaman dengan berlindung pada Peraturan Desa (Perdes).

Padahal  sudah merupakan kebiasaan turun temurun orang Minahasa, walau tinggal dimanapun, ketika meninggal dimakamkan dikampung halaman.

Hal ini terjadi pada keluarga Lengkong- Sumampouw dimana anak mereka yang dibesarkan dan bersekolah di Desa Laikit kecamatan Dimembe disaat Tuhan memanggil anak mereka, yang tinggal berpindah pindah dalam rangka mendampingi istri sebagai pelayan Tuhan di Wilayah Aras Sinode GMIM.

Atas permintaan keluarga besar Sumampouw Wantania agar almarhum dimakamkan di Desa Laikit Kecamatan Dimenbe, dengan alasan mereka karena  “kakek-nenek saudara2 almarhun dikuburkan di desa dan almarhum mempunyai warisan rumah dan tanah di desa tersebut.

Namun betapa kagetnya keluarga ini ketika meminta ijin pada pemerintah Desa Laikit, Pelaksana Tugas (PLT) Hukum Tua  Maria Yeane Koloay, SE meminta uang sebesar Rp8 juta rupiah dengan rincian Rp3 juta untuk serangkai (petugas penguburan) dan 5 juta untuk peruntukan yang tidak dijelaskan.

“Ini aneh kenapa harus bayar semahal itu ? ucap Efraim Lengkong ayah almarhum  dengan nada kecewa kepada wartawan.

Menurut Efraim lengkong yang juga merupakan wartawan senior mengatakan “Perdes sebelum di tetapkan harus melalui kajian dan di setujui dalam rembuk desa yamg dihadiri paling sedikit 50 + 1 penduduk desa baru ada kajian hukum kajian baru dievaluasi oleh bupati.

“Saya kurang jelas mengenai pungutan seperti apa yang dimaksud. Adapun istilah pungutan yang dikenal dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (“UU Desa”) yakni berkaitan dengan perancangan/penyusunan peraturan desa. Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus mendapatkan evaluasi dari Bupati sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa,” ujarnya.

Pungutan di desa harus dituangkan dalam bentuk Peraturan desa yang telah dievaluasi oleh Bupati. Dengan kata lain, pungutan itu harus ada dasar hukumnya. Pemerintah desa tidak dapat begitu saja memungut dana dari masyarakat desa, tegas evert sapaan akrab.

Lebih parah lagi “Perdes yang ditandatangani oleh PLT Hukum Tua Laikit tertanggal 20 Mei 2020 tertuang  hanya sebesar Rp1 juta rupiah, tambah efraim lengkong yang juga diketahui sebagai Ketua Tim Penyusun Buku “PEMBINAAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT DI WILAYAH PROVINSI SULAWESI UTARA”

Saat ditanya langkah apa yang akan ditempuh, efraim mengaku sudah meminta perhatian kepada para anggota DPRD Khususnya komisi 1 untuk segera lakukan hearing kepada para hukum tua yang membuat aturan-aturan yang merugikan masyarakat.

“Ini jelas menyalahi aturan, saya minta komisi satu segera lakukan hearing akan masalah ini, agar wajah Pemkab Minut tidak tercoreng” ucap Lengkong.

PLT Hukum tua Laikit Maria Koloay saat dikonfirmasi lewat hp tanpa rasa bersalah menyampaikan, bahwa nama almarhum tidak terdaftar sebagai warga Laikit dan harus membayar biaya lahan pekuburan 5 juta sesuai dengan Perdes nomor 2 tahun 2020.

“Dia tidak ada nama di Desa ini, saya sudah cek ke Pala, hanya adiknya yang tinggal di Bitung yang ada nama. Jadi, biaya 5 juta sesuai dengan Perdes, “jelas Koloay.(tim)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *