Jakarta, identitasnews.id – Ketahanan pangan masih menjadi persoalan klasik bangsa Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris. Ketersediaan, stabilitas harga, dan mutu pangan perlu mendapat perhatian serius dari pemimpin bangsa.
DR. Ir. W. Donald R. Pokatong, M.Sc, Pakar Teknologi Pangan yang kesehariannya tercatat sebagai Ketua Program Studi Teknologi Pangan di Universitas Pelita Harapan Lippo-Karawaci, Jumat (26/4/2019), mengatakan bahwa tantangan baru bagi pemimpin bangsa Indonesia kedepan adalah bagaimana mampu menjadi negara mandiri pangan.
Saat ini, adalah keniscayaan untuk mengimpor bahan pangan agar stabilitas harga terjaga, namun tetap harus memperhatikan kesejahteraan petani misalnya untuk beras.
“Disamping itu, kita harus impor bahan pangan karena memang tanaman pangan penghasil produk pangan tersebut, tidak bisa tumbuh di daerah tropis misalnya gandum yang adalah bahan baku tepung terigu. Permintaan akan gandum terus meningkat karena masyarakat semakin menyukai produk pangan seperti roti, mie, biscuit, pasta, dan lain-lain. Kedelai juga walaupun bisa tumbuh di daerah kita namun sangat kekurangan dari sisi produksi dan produktivitas, sehingga harus diimpor,” jelas Pokatong.
Menurut Pokatong, ketahan pangan selain menyangkut ketersediaan (supply) juga menyangkut utilisasi, distribusi, akses dan kualitas gizi yang mampu mensupport kehidupan masyarakat yang kuat dan sehat.
Masalah gizi seperti stunting masih ditemui di Negara Indonesia, mungkin bukan karena ketidaktersediaan (supply) yang sebenarnya mencukupi, tapi justru karena distribusi dan akses ekonomi terhadap bahan pangan belum merata di masyarakat, sehingga bagi yang berekonomi lemah memilih membeli bahan pangan yang kurang dari sisi gizi dan bukan pangan aman dan sehat.
“Agroindustri perlu terus digalakkan dengan meningkatkan industrialisasi UMKM pangan yang mengikuti cara pengolahan makanan yang baik (CPMB), sehingga bisa lebih menggerakkan ekonomi pedesaan dimana di tingkat desa sudah terjadi proses hilirisasi,” kata Donald Pokatong. (Jones)