MENGUNGKIT KEMBALI, KEMATIAN SAM RATULANGI, “JANTUNG ATAU DIRACUN”

Identitasnews.id – GERUNGAN SAMUEL JACOB RATULANGI, atau yang lebih dikenal dengan sebutan DR Sam Ratulangi sampai saat ini masih misteri.

Apakah kematian Om Sam merupakan misteri, boleh dibilang begitu. Karena memang datangnya suatu kematian juga selalu misteri. Ada yang misteri dalam kehidupan sebelum meninggal. Dan ada pula misteri yang berkembang setelah maut merenggut. Dan, hal itu lumrah –meminjam ucapan Presiden Bangsa Indonesia pada mulanya, Ir Bung Karno.

Faktor penyebab dari kematian DR. Sam Ratulangi sampai saat ini belum terkuak. Misteri Tokoh dan Pejuang Nasional ini, belum terkuak. Orang boleh mengatakan wafatnya Sam Ratulangi akibat sakit jantung yang terus menerpa kesehatannya beberapa saat sebelum ia wafat. Namun yang menggelitik, informasi dari mulut ke mulut yang ditiupkan oleh beberapa tokoh Nasionalis bahwa DR Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi, meninggal karena di racun.

Prof Ir AOD Pangalila, Ketua Tim Sumikola Universitas Sam Ratulangi dalam suatu Napak Tilas memang tidak menemukan bukti otentik menyangkut kematian Sam Ratulangi. Apakah meninggal karena jantung atau karena diracun. Namun, soal Sam Ratulangi diracun, ada informasi seperti itu. Namun, sulit bagi kita membuktikannya. Berbagai informasi seputar kematian Pejuang Nekad ini-istilah warga Makasar melihat ketokohan DR. Sam Ratulangi- memang terus saja mengemuka.

Persoalannya, kita perlu adakan pembuktian. Karena sejumlah informasi juga karya tulis yang ada saat ini justru sering ikut mengaburkan fakta sejarah. Contohnya, DR Sam Ratulangi. Tokoh sepenting ini dalam perjuangan kemerdekaan, kematian sampai gelar Doktornya diplesetkan. Padahal kita tahu persis bahwa meski Disertasinya sampai kini belum ditemukan, namun kemampuan tokoh yang satu ini tidak diragukan.

Bandingkan hasil karyanya zaman pra kemerdekaan. Pandangannya tentang Ekonomi Politik Asia Pasifik tahun 1937 dan kecenderungannya di Abad XXI. Saat ini terjawab, pasar Pasifik tak dipungkiri menjadi sentra dagang dengan kekuatan beberapa Negara yang disebut macan Asia, seperti China dan Jepang.

Bagi DR Sam Ratulangi, pada saat ia menerbitkan buku ini di tahun 1937, sudah terjadi suatu perpindahan modal yang sangat besar dari Eropa, yang merupakan pusat keuangan dunia pada masa itu, ke dunia Asia Pasifik. Kedua raksasa ekonomi, Amerika Serikat dan
Jepang tidak perlu lagi berpaling ke pasar uang Eropa untuk kebutuhan modal mereka: mereka sendiri sudah menjadi negara kreditor sebagai akibat dari perkembangan industri yang sangat cepat. Dan perubahan ini, pergeseran pusat keuangan dari Eropa, dari Lautan Atlantik ke Asia Pasifik inilah bagi DR Sam Ratulangi merupakan sebab terbentuknya suatu lingkungan ekonomi-politik yang baru, yaitu lingkungan Pasifik (de Pacific-sfeer). Dasar dari lingkungan baru ini ialah “New York -Tokio” dengan perpanjangan ke Nanking dan Canton, “mencakup seluruh Lautan Pacific.”

Ini menjadi salah satu bukti, hasil karya yang brilian dari seorang Doktor ‘tou Minahasa.
Drs Watuseke, Dosen Ilmu Sejarah dari Universitas Samratulangi di tahun 1989; pernah mempermasalahkan kematian Om Sam Ratulangi, dalam satu diskusi terbatas di Fakultas Sastra. Dalam catatan terakhir Watuseke menyebutkan, “semoga generasi kita berikutnya -peminat sejarah dapat menjawab sejumlah tanya kami, meski pada akhirnya kami tak dapat membacanya lagi”. Hanya kalimat ini yang bisa disampaikan, katanya: “dari pada mewariskan sejarah yang salah”.

Masih soal kematian Sam Ratulangi, Prof DR Sutomo Palar pun . menyebut bahwa ia pun pernah mendengar dari beberapa teman, informasi itu. “Namun, akan hal ini memang perlu ada pembuktian,” kata Palar ketika berbincang dengan wartawan Identitas tahun 2006 yang lalu di Manado Town Square, Boulevard.

Jika demikian, “Tinggal bagaimana caranya kita sekarang membuktikan, apakah dengan mencari ‘visum et repertum’ di rumah sakit tempat Sam Ratulangi terakhir dirawat sebelum meninggal, ataukah mencari sumber yang layak dipercaya, guna mengungkap misteri ini. Setahu saya meninggalnya di salah satu rumah sakit di
Makassar,” jelas Palar.

Sementara itu, sas-sus yang beredar bahwa Sam Ratulangi meninggal karena diracun telah membangkitkan minat sejumlah sejarawan muda kini untuk mencari kebenaran yang saat ini memang masih misteri. “Sekedar meluruskan sejarah,” kata Drs Ivan Kaunang, salah satu anggota tim pencari fakta-fakta sejarah ketika berbincang dengan wartawan IDENTITAS dalam satu pertemuan di Fakultas Sastra, Universitas Samratulangi Manado.

Hipotesa sementara, DR Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi yang lebih popular dengan panggilan Om Sam, meninggal karena adanya persaingan antara pemimpin kala itu. Sam Ratulangi, ketika itu sedang naik daun-istilah popular sekarang. Bagaimana tidak, “main” kiprahnya yang mendunia, terang saja membikin semua kawan juga lawan politik terkesima. Alhasil, kecemburuan yang berakhir pada keinginan untuk melenyapkan sang tokoh, milik bangsa Indonesia teranyar ketika itu, terus membisik.

Jelas Kaunang, Samratulangi yang menyelesaikan pendidikan dasar di Hoofden School (king’s school) di Tondano, sebenarnya sudah beberapa kali nyawanya terancam. Sebelum kematiannya, sebagaimana data yang bisa dibaca pada buku: “Kronik Revolusi Indonesia” Jilid II (1946), Pramoedya A. Toer, Koesalah S. Toer dan Ediati Kamil, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 1999, halaman 168: menyatakan dengan detail bahwa pada 5 April 1946, Gubernur Republik Indonesia untuk Sulawesi Dr. G.S.S.J. Ratulangi dan beberapa orang pemuda lainnya ditangkap Belanda di Makasar.

Dan, pada halaman 237, menyebutkan pada 17 Juni 1946 Pemerintah di Jakarta memperoleh kabar bahwa militer Belanda telah mengasingkan Gubernur Sulawesi, Dr Sam Ratulangi dengan pembantunya tidak jauh dari Makasar. Menurut kabar itu, memang mereka tidak dapat dituntut dimuka pengadilan, walaupun begitu mereka tidak dapat dilepaskan begitu saja. Alasan pengasingan adalah pasal 20 S.O.B. (Staat van Oorlog en Beleg) atau Keadaan Perang. Pengasingan dilakukan untuk menjaga “Openbare Rust en Orde” (Ketenangan ketertiban umum)

Sedang pada halaman 293, 294 dan 295, diceritakan bahwa pada tahun 1946 bulan Juli tanggal 17, Konferensi Malino, sebuah tempat peristirahatan dekat Makasar, diprakarsai dan dibuka resmi oleh Dr. H.J. van Mook dengan dihadiri wakil-wakil dari Indonesia Timur, Bangka Biliton, Kalimantan, dan lain-lain.

Van Mook mengakui bahwa Gubernur Sulawesi DR Sam Ratulangi memang benar sudah “dikirim” ke Serui di Utara Nieuw Guinea.

Kabar teranyar lainnya, bahwa ketika itu antara Bung Karno dan Om Sam terlibat perang dingin. Keduanya berselisih paham menyangkut Negara Federalis atau Kesatuan.

“Bukti otentik ini, memungkinkan untuk menjadi petunjuk dasar bahwa semasa kejayaan Ratulangi ada indikasi rencana melenyapkan tokoh kita ini dari muka bumi. Tinggal sekarang bagaimana mencari bukti hubungan Belanda dengan pemerintah Indonesia. Juga, hubungan sejumlah kawan dekat juga lawan politik Ratulangi ketika itu,” jelas Kaunang.

Hal yang sama pun diakui Pangalila. Menurutnya, ada kemungkin desas – desus tentang kematian Ratulangi ini benar. Sebab, bukan tidak mungkin dengan popularitasnya waktu itu, membuat dirinya, banyak diburu lawan politik bahkan rekan seperjuangan. Misteri kematian ini “Memang perlu ada pembuktian”.

“Tulisan ini pernah dimuat di TABLOID IDENTITAS pada tanggal 5 November 2006 yang merupakan tanggal kelahiran GSSJ RATULANGI, dan kemudian tanggal lahir Om Sam tersebut dijadikan dasar dan penetapan sebagai tanggal lahir (hari jadi) MINAHASA.(*)

(ditulis dan disadur kembali, oleh Efraim Lengkong Pemimpin Umum Tabloid IDENTITAS tahun 2006.)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *