Penulis: Efraim Maramis Lengkong.
Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara, pasca reformasi, pemerintahan silih berganti, indeks percepatan pembangunan di hampir segala bidang dapat dikatakan jalan di tempat. DPRD yang dipilih rakyat hanya sekadar memenuhi konstitusi sebagai alat kontrol, namun belum sama sekali capai esensi keinginan masyarakat Sangihe.
Karakteristik Kabupaten Kepulauan Sangihe dengan luas mencapai 11.863,58 km2 terdiri dari daratan seluas 736,98 km2 dan lautan seluas 11.126,61 km2. Sebelah utara berbatasan langsung dengan Republik Philipina dan sebelah timur Samudera Pasifik, sebelah Barat, Laut Sulawesi.
Bak’ permata di ujung utara Indonesia, kabupaten Kepulauan Sangihe yang terletak di wilayah terluar Nusantara, namun kabupaten ini memiliki potensi yang amat bernilai. Biji emas, salah satu kekayaan yang terkandung di dalam perut bumi, pasir besi, juga Gunung Api Bawah Laut, Gunung Api Banua Wuhu di Pulau Mahengetang, dan 6 Gugusan Gunung Api Kawio Barat.
Wilayah kepulauan Sangihe dihuni berbagai macam hewan, kupu-kupu, serta biota bawah laut. Juga dihuni burung langka seriwang sangihe, atau yang disebut masyarakat lokal sebagai “manu_niu”. Burung ini hanya ada di Pulau Sangihe.
Disamping “manu_niu” masih ada sembilan jenis burung endemik lainnya. Disayangkan keberlangsungan dari burung-burung ini terancam punah.
Pantai Embuhanga, merupakan salah satu objek wisata yang “pasirnya putih dan bergelombang”. Daya tarik wisata Sangihe dilengkapi keindahan dunia bawah laut, seperti biota bawah laut dan terumbu karang yang menjadi “core attraction”. Ditambah Air Terjun Kadadima dan Air Terjun Ngura Lawo.
Tak ketinggalan hutan tropis dengan panorama alam pegunungan yang indah apabila dikelola dengan baik akan menjadi “pesona buah bibir di bibir Pacific”.
Menganalisis kekayaan sumber daya alam (SDA) di kabupaten Kepulauan Sangihe, yang penuh dengan keanekaragaman kekayaan hakikatnya kabupaten Kepulauan Sangihe bagaikan ” Kolam susu. Hal ini dapat dijadikan centera industri perikanan dengan lapangan kerja yang besar, termasuk pusat – perdagangan rokok, minuman, dan makanan “instan” antar provinsi negara tetangga.
Menyikapi moment pilkada sudah didepan mata, penulis sempat berbincang bincang-bincang dengan beberapa tokoh-tokoh masyarakat asal Sangihe diantaranya Max Pangimangen S.H (Sekertaris Komisi II DPRD) kabupaten Sangihe dari fraksi Gerindra. Pangimangen, mengatakan bahwa, masyarakat Sangihe saat ini membutuhkan figur pemimpin yang “akuntabel”, fleksibel, merakyat, berwawasan tinggi dan putra asli daerah.
“Sudah saatnya masyarakat Sangihe memilih calon pemimpin yang berkemampuan berinovasi, smart, dan yang paling diutamakan sosok tersebut berintegritas, beretika dan memiliki, “sanse of belonging” Sangihe seutuhnya.
Lain lagi dengan apa yang dikatakan oleh salah satu pengusaha sukses di Tahuna. WNI keturunan Tionghoa yang namanya tidak mau dipublikasikan mengatakan,
“sebaiknya figur calon pemimpin ke depan, diambil dari akademisi bukan dari politisi atau birokrat” katanya.
Menurutnya hal itu untuk menghindari pemerintahan yang hanya sekadar “beretorika” dan hanya “omon_omon”, kata sumber.
Kerinduan mereka, akan putra asli Sangihe seperti “Dr Michael Barama SH, MH” Ahli hukum pidana Universitas Sam Ratulangi untuk dapat diakomodir sebagai bakal calon bupati Sangihe. Dengan harapan di bawah kepemimpinan sang “father hand”, (bu’ Michael, red) mampu mengantar Sangihe, untuk tidak ketinggalan dalam percepatan pembangunan di segala lini, jauh dari praktik korupsi dimana generasi muda Sangihe akan dibekali dan dipersiapkan untuk menuju “bonus demografi Indonesia emas.(*)