PUTUSAN SUCI, DI BULAN RAMADHAN

Ramadhan Mengingatkan Kita Untuk Kembali Suci, Dalam Bertindak Dan Memutuskan

oleh efraim lengkong,

Ketua 6 dotu Tanjung Merah Kota Bitung/Ketua bid hukum dan advokasi, Jejaring Panca Mandala Mapalus Provinsi Sulawesi Utara – (BPIP-RI)

 

Di bulan ramadhan, sebagaimana yang dijelaskan, baik Al-Qur’an maupun hadits, yang melekat pada bulan ramadhan ini juga menjadi istimewa dari bulan itu sendiri.

Bulan ramadhan dapat disebut juga bulan kasih sayang (rahmat), bulan pengampunan (maghfirah), bulan penuh keberkahan (barakah), bulan kemenangan (falah), bulan pembelajaran (tarbiyah), dan bulan dimana setiap ibadah dilipatgandakan.

Bulan ramadhan diwarnai dengan mudik, hal ini bukan dipandang sebilah garis linear, tapi matriks kerinduan primordial yang mengandaikan momen pengalaman sang-aku dalam ‘menyelami’ diri dan menjadi perenungan, guna menemukan diri sejati yang otentik.

Sejauh ini kita sering berkeinginan (‘di_goda’- iblis’) untuk melontarkan diri dan melihat “keluar,” lalu takluk dalam simulakrum: citra, prestise, status, mode, dan gaya hidup mewah. Hal ini membuka peluang terjadinya perbuatan tidak ‘halal’ seperti “pungli/suap dan korupsi”.

Pada titik ini secara moral manusia  tercerabut dari “kebahagiaan asali” (paradiso), kesucian primordial (fitrah) dan tercampak dalam “kegelapan” (inferno)

Di bulan ramadhan, kerinduan manusia untuk selalu menyucikan rohaninya, melahirkan naluri kuat untuk kembali ke “Asal Yang Suci”.

Itu sebabnya, alegorisme Alquran mengandaikan manusia yang sukses bangkit dan meretas diri dari kepompong “aku-gelap” menuju “aku-cahaya” yang otentik tertuang dalam titah-Nya: _min al-zhulumâti ila al-nûr.

Filsuf muslim dan pentolan philosphia perennis, Seyyed Hossein Nasr dalam buku
Knowledge and the Sacred (1981) mendaku, “kerinduan untuk selalu kembali ke “Asal Yang Suci”, tidak semata dialami manusia tapi  juga seluruh kosmik.

“Naluri kosmik untuk kembali  ke “Asal Yang Suci”
membuat terciptanya  gerak siklis bagi seluruh realitas untuk kembali keasalnya yang suci.

Kesadaran Eksistensi”  yang dalam Theologi diandaikan sebagai Tuhan.
Ini pula makna esensial pesan etik Alquran: _Innâ Lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn_– “Sungguh kita semua berasal dari Allah, dan hanya kepada Allah_ kita akan “kembali”.

Kisah nyata yang dialami penulis di bulan penuh berkah dan suci, tiga kali dimenangkan berturut turut dalam sidang Praperadilan tanpa uang/lobby”.

Hal ini terjadi di bulan ramadhan, karena ramadhan mengingatkan kita untuk bertindak dan membuat keputusan yang adil dan suci, berasaskan keadilan dan kepatutan.(*)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *