SECERCAH CAHAYA KEADILAN, DI ERA GELAPNYA KETIDAK ADILAN

Penulis: Efraim Lengkong. (pemerhati budaya malu)

Hirohito: Berapa jumlah guru yang tersisa” ? Merupakan respon di saat Jepang diselimuti kegelapan akibat bom Atom.

Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jawa Barat melalui Hakim Tunggal Eman Sulaeman mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan oleh Pegi Setiawan atas penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita dan Muhammad Rizky Rudiana.

Putusan tersebut menjadi episentrum kebangkitan hukum yang berkeadilan dan berkepatutan di Indonesia. Nurani keadilan yang sering dikalahkan oleh uang dan jabatan tidak mampu memadamkan nurani keadilan dari hakim Eman Sulaeman.

Dikabulkannya gugatan praperadilan kuasa hukum Pegi Setiawan ibarat secercah sinar di malam hari, bahwa Indonesia masih ada sosok-sosok yang masih memiliki, ‘roh’ keadilan dalam menjalankan tugas.

Dalam rangka mempersiapkan para generasi muda Indonesia yang berkualitas, berkompeten, dan berdaya saing tinggi menuju generasi Emas 2024, dapat dipastikan gagal apa bila budaya malu tidak ditanam sejak dini.
Budaya malu menjadi penentu terwujudnya ‘golden generation’ 2045.

Fenomena tertangkapnya beberapa hakim, panitera, jaksa, polisi, bahkan mantan Ketua KPK Firli Bahuri ditetapkan menjadi tersangka. Purnawirawan komisari jenderal kepolisian atau jenderal bintang tiga ini sampai saat ini masih bebas berkeliaran walaupun sudah lama ditetapkan menjadi tersangka.

Ahli hukum pidana dari Universitas Pancasila, Agus Surono, yang diajukan Kepolisian Daerah Jawa barat saat memberikan keterangan ahli terkesan diarahkan dan lari dari keilmuan yang ia miliki.

Hal ini sangat memalukan dan menjadi pertanyaan masyarakat: apakah ahli tidak menguasai keilmuan yang disandangnya atau nurani ahlinya sudah terjual ?

Berbeda dengan pendapat hukum dari ahli yang dihadirkan pihak Pegi.
Sebagaimana yang dilansir dari LENGKONG AYO BANDUNG.COM – Sidang praperadilan Pegi Setiawan dalam kasus Vina Cirebon kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri Bandung dengan menghadirkan ahli hukum pidana Suhandi Cahaya, mengatakan penyidik dalam hal kasus ini salah tangkap dan harus digugurkan tersangkanya.

Hal-hal seperti ini membuktikan betapa merosotnya budaya malu di negeri ini. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa budaya malu dikalangan akademisi mulai menjamur.

Sebut saja pada hari Selasa (6/12/2023) yang lalu, terdakwa R L divonis 10 tahun penjara dan juga dijatuhi hukuman membayar uang pengganti sebesar Rp14 miliar subsider empat tahun, dan denda Rp 500 juta subsider empat bulan.

Akibat ulah dari oknum dosen Politeknik Negeri Manado berinisial JT, ST, MPSDA, yang mengaku ahli air tetapi tidak memiliki Sertifikat Air.

Kesaksian HP yang di nilai mengada ada, meragukan bahkan terkesan terskruktur dan dipolitisir membuat kuasa hukum RL melakukan pengecekan. Dan setelah di cek ternyata JP, ST, MPSDA tidak memiliki Sertifikat keahlian air atau Ahli Air.

“Dia memang sarjana teknik sipil jurusan konstruksi pengairan, tapi bukan ahli air”, ahli kontruksi air beda dengan ahli air, kata Soeharto kuasa hukum RL

Gambaran seperti ini masih terlihat di saat sidang di PN Manado, bukan ahli mengaku ahli. Ibarat dokter spesialis mata, membedah jantung dan berakhir dengan meninggalnya pasien. Anehnya dari pihak penyidik kepolisian daerah maupun kejaksaan paling getol menghadirkan ahli yang keahliannya diragukan.

JULI 2024 memberi secercah sinar dalam kegelapan hukum lewat dikabulkan permohonan pemohon Pegi Setiawan oleh hakim Eman Sulaeman.

Dibulan yang sama DirJen Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Semuel Abrijani Pangerapan mengundurkan diri imbas Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) diretas hacker.

Rasa malu dan tanggung jawab moral Samuel Pangerapan memberi contoh teladan adanya rasa malu kepada oknum – oknum pejabat, eksekutif, legislatif, yudikatif dan para mafia tanah, mafia tambang, mafia hukum untuk kembali pada budaya malu sekaligus memberi teladan kepada generasi penerus bangsa agar tercipta INDONESIA EMAS 2045.

Untuk itu rakyat mengharapkan respon pertama presiden terpilih Prabowo Subianto setelah dilantik, akan bertanya, “berapa jumlah orang baik, jujur dan memiliki rasa malu yang tertinggal ? .




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *